Cerbung: Pemilik Darah Khayangan Terakhir_1
Cerbung: Pemilik Darah Khayangan Terakhir_1
Penggalan Pertama : Diperintahkan Sebagai Mata-Mata
Hari masih gelap. Ayam-ayam kampung yang bertengger di atas pohon belum sekalipun berkokok, ketika tiga orang yang dikenal sebagai-Pana Lara, berjalan perlahan mendekati sebuah kampung. Mereka menelusuri jalan di kampung yang dikiri kanannya ditumbuhi beluntas. Beberapa ekor anjing yang awalnya mendekati mereka telah berhenti setelah dihardik salah seorang dari meraka.
“Ingat akan pekerjaan kita” salah seorang yang diakui sebagai ketua mereka mengingatkan mereka akan tugas yang di amanatkan kepada mereka.
“Iya ketua” jawab kedua bawahannya hampir bersamaan. Ketiga orang-Pana Lara saling berhadap membentuk lingkaran. Tangan mereka saling berjabat silang. Mendaraskan sebuah puisi kuno. Sebelum puisi kuno tersebut selesai dilafalkan, ketiga orang-Pana Lara berubah menjadi segumpal asap hitam, membumbung ke langit, melayang perlahan-lahan di atas rumah-rumah warga.
Dedaunan berbisik-bisik diterpa angin dini hari. Asap hitam masih melayang, menyelip diantara dedaunan. Terkadang jika celah dedaunan teramat kecil, asap hitam itu terpecah menjadi tiga, mewakili sosok Pana Lara. Setelah berjarak sekitar satu senti jaraknya dari celah daun tadi, mereka bergabung kembali menjadi satu gumpalan asap. Sesekali terlihat, wajah ketiga sosok Pana Lara, mereka bercakap-cakap, mendiskusikan misi mereka yang diperintahkan oleh pimpinan mereka sebagai mata-mata. Siapa sasaran yang akan dimata-matai tidak diberikan informasi secara mendetail oleh The Speaker Satu dari Ruang Dasar.
“Kita laksanakan saja apa yang telah disampaikan” celoteh yang melayang di sebelah kiri ketua mereka. Yang lainnya mengangguk setuju.
Ruang Dasar adalah ruang tingkat satu di Negeri Kelam. Mereka mengemban tugas sebagai analis informasi yang didapat dari berbagai sumber untuk kepentingan mereka. Saat ini, tujuan utama mereka yang diperintahkan oleh Pimpinan Tingkat Utama adalah memperebutkan Negeri Khayangan. Alasannya? Cuman para Pimpinan yang memilikinya dan para bawahan tidak mengetahuinya. Yang mereka tahu hanya satu: melaksanakan perintah-perintah yang diberikan para Pimpinan.
Sebagai mata-mata adalah salah satu tugas berat yang diperintahkan, syukur-syukur mereka lebih dari satu orang untuk satu tim. Sebelumnya pernah kirim ke Negeri Khayangan dan Negeri Manusia masing-masing satu orang, namun keduanya dibunuh oleh Tujuh Putri dari Khayangan sebelum sampai ke tempat tujuan mereka.
“Beberapa jengkal lagi kaki kita akan menjejaki Negeri Manusia. Bersiaplah!” perintah ketua Pana Lara.
“Mereka tidak dapat dihubungi” kata Ketua Pengamat dari depan mejanya di Ruang Dasar dengan ekspresi wajah penuh kecemasan pada seorang anaknya yang turut serta mengemban misi tersebut. “Sampaikan kepada Pimpinan Tingkat Dasar”. Perintahnya lanjut.
Dengan langkah tergesa-gesa, dua orang dari Ruang Dasar mendekati ruang Pimpinan Tingkat Dasar. Kemudian melaporkan yang yang seharusnya dilaporkan sesuai perintah Ketua Pengamat dari Ruang Dasar.
Semua aktivitas para Pimpinan di Negeri Kelam terhenti sesaat. Telingga mereka menangkap pengumuman yang disampaikan oleh The Speaker Satu. Pengumuman disampaikan berlangsung sekitar tiga menit dan diulang dua kali.
“Pionir Pana Lara dengan tempat jejak Negeri Manusia hilang dari pantauan Ruang Dasar, Ada dua kemungkinan yang saat ini berperan sebagai jawaban sementara atas kasus tersebut, yakni mereka dibunuh seperti yang pernah terjadi sebelumnya dan berikutnya adalah mereka telah sampai dan terjadi gangguan yang tidak kita duga. Karena itu, diharapkan para Pimpinan untuk menyiapkan sesegera mungkin pasukan masing-masing untuk menjaga berbagai kemungkinan yang akan terjadi”. Demikianlah isi pengumuman yang disampaikan The Speaker Satu atas nama Pimpinan Tingkat Dasar sepengetahuan Pimpinan Tingkat Utama.
Ketua Pana Lara merentangkan kedua tangannya menggenggam erat baju kedua bawahannya. Pemilik baju yang digenggam ketua tidak berbuat apa-apa, keduanya tersenyum seraya memandangi ketua mereka. Sesaat kemudian, sebelum pandangan keduanya beralih dari ketua Pana Lara, seberkas cahaya merah keluar dari kepalan tangan ketua Pana Lara, melentur, menerobos masuk ketubuh kedua mereka.
Kedua bawahan menjerit kesakitan. Asap yang adalah bagian diri mereka terpecah. Memisahkan diri mereka dari ketua. Saling menjauhi. Tubuh mereka terlihat jelas diselubungi asap hitam. Mereka masih menjerit kesakitan. Kedua tangan mereka masing-masing mencengkram erat dada mereka seraya berteriak kesakitan.
Kedua pasang bola mata ketua Pana Lara melihat jelas, aliran cahaya merah meleburkan dirinya dengan darah kedua bawahannya. Saat dipandanginya wajah kedua bawahannya ia melihat, pada wajah salah satu dari mereka terpampang wajahnya di bagian kiri wajah bawahannya dan lainnya bagian kanan. Kedua bawahannya adalah setengah bagian dari ketua mereka.
“Ini harus dilakukan untuk menjaga kemungkinan aku dibunuh” Ketua Pana Lara membatin. Terlihat jelas wajahnya mengucapkan terima kasih kepada ayahnya, Ketua Pengamat dari Ruang Dasar.
Jantung Ketua Pengamat dari Ruang Dasar bergetar tak menentu. Ia merasakan jarring-jaring syaraf bergolak-golak. Tumpuan kakinya tak bisa menjaga keseimbangan tubuh. Dengan tertatih berlangkah perlahan menuju kursinya. Namun, sebelum menggapai kursi, tubuhnya telah rebah di tanah.
“Ketua Pengamat…. Ketua… Ketua” suara-suara yang memanggilnya perlahan tak didengarnya lagi.
Kening Ketua Pengamat dari Ruang Dasar terasa disentuh oleh sesuatu, ia berusaha membuka mata untuk melihatnya, tapi tak dapat. Matanya seolah-olah ditutup oleh orang lain yang tak ingin dia melihat yang sedang terjadi di hadapannya.
“Anakmu sepertinya terpantau olehmu dari darahmu” terdengar suara Pimpinan Tingkat Utama.
“Segera sampaikan isi misi mereka”. Kedua tangan Ketua Pengamat dari Ruang Dasar menerima sebuah amplop yang diberikan oleh seseorang yang tersembunyi di balik kabut hitam. Bila dugaannya benar, maka itu adalah tangan Pimpinan Tingkat Utama. Setelah menerima amplop itu. ia tersentak bangun dan duduk berhadap istrinya yang sedari tadi cemas atas dirinya.
Istrinya kebinggungan atas yang sedang terjadi pada suaminya. Tapi, untuk masalah yang berhubungan dengan urusan pekerjaan, tidak diperbolehkan untuk diceritakan di tempat umum, dan lagi dihadapan banyak orang.
“Anda sudah sadar Ketua?” Tanya salah seorang dari mereka yang sebelumnya pernah diperintahkan oleh Ketua Pengamat dari Ruang Dasar untuk menyampaikan informasi kepada Pimpinan Tingkat Dasar terkait pantauan mereka pada Pionir Pana Lara. Yang ditanya hanya tersenyum dan menganggung. Diperhatikan kedua tangannya, disana tak ada amplop yang berisi tugas misi.
“Mungkin diambil istriku” ia berbicara pada dirinya sendiri.
Selesai bersenda gurau dengan para pekerja Ruang Dasar, Ketua Pengamat dari Ruang Dasar menanyakan perihal amplop tugas misi pada istrinya. Jawaban yang diberikan istrinya tak memuaskan. Ia tidak mengetahui perihal amplop yang dimaksud. Dan lagi Pimpinan Tingkat Utama tidak mungkin datang mengunjunginya di Rumah Rekonstruksi Nyawa. Yang sempat datang mengunjunginya adalah para pekerja di Ruang Dasar dan Pimpinan Tingkat Dasar. Tidak ada yang lain selain mereka.
“Lalu, dimana amplop itu? dan apa isi tugas misi untuk Pionir Pana Lara?” Kegelisahan makin nampak pada raut muka Ketua Pengamat dari Ruang Dasar. Pikirannya tersesaki berbagai masalah yang membingungkan terutama terkait tugas misi tersebut.
Setelah selesai menikmati kopi sore, ia merasakan kesakitan pada tangan kanannya. Sama seperti sebelumnya. Jantungnya bergetar dengan irama tak sesuai aturan yang dijelaskan guru saat ia sedang menempuh pendidikan untuk memahami aksara dan belajar tentang hidup. Ia merasakan jarring-jaring syaraf kembali bergolak-golak. Aliran darahnya saling menampar antar penyusun-penyusunnya. Kedua mata terasa perih, titik jauh yang dapat di akomodasi matanya tak dapat membantunya untuk melihat jauh di depan matanya. Gendang telinganya perlahan-lahan menangkap suara yang berlangkah menghampirinya.
“Langkah sepatu Pimpinan Tingkat Utama? Tidak mungkin datang mengunjungi aku” matanya kembali terasa perih, ia tak dapat melihat jauh. Orang yang berlangkah mendekatinya telah berada didepannya.
“Mari kita lihat tentang Pionir Pana Lara” bisiknya pada Ketua Pengamat dari Ruang Dasar seraya menyentuh pundaknya.
“Aku tak dapat melihat jauh”
“Karena itu, lihatlah dari dekat. Akomodasi matamukan mampu bila yang ingin dilihat, kita letakan pada punctum proximum”
Ketiga Pionir Pana Lara telah menjejakkan kaki pada tanah Negeri Manusia. Ketiganya dipersimpangan jalan. Ketiganya saling mamandang. Jika ada dua jalan di depan mereka, itu berarti hanya dua orang yang dapat mengambil jalan tersebut. Ke kiri dan lainnya ke kanan.
“Sudah siap akan figure yang kalian gunakan sebagai penyamaran kalian?” Ketua Pionir Pana Lara memecah kebingungan yang sedang dialami mereka.
“Iya” keduanya jawab serempak dan sedikit tegas.
“Kalian ambil jalan yang telah ada di depan. Tentukan sendiri jalan yang akan kalian tuju. Keduanya memiliki resiko meskipun tidak sama. Hanya satu yang dapat kita gunakan untuk melawan resiko itu, yakni terus bergerak dan selesaikan misi yang dipercayakan oleh para Pimpinan”
“Bagaimana dengan Ketua?”
“Aku? Aku akan mundur selangkah terlebih dahulu. Mempelajari situasi terlebih dahulu lalu menyiapkan diri semaksimal mungkin dan kemudian meloncat kedepan mendahului kalian” katanya optimis.
Setelah berkata demikian, kedua bawahan Pionir Pana Lara mengambil jalan di depan mereka dengan cara silang. Yang berdiri di kanan ketua mengambil jalan di sebelah kiri dan jalan di sebelah kanan di lewati oleh Pionir Pana Lara yang berada di samping kiri ketua. Keduanya tak menoleh kebelakang. Mereka terus berjalan kedepan dengan penuh waspada akan resiko yang mungkin sedang menghadang langkah mereka didepan.
Selesai mengamati kerja Pionir Pana Lara, mata Ketua Pengamat dari Ruang Dasar seolah-olah terrekonstruksi kembali. Kemampuan akomodasi matanya kembali normal, berkisar duapuluh lima senti hingga tak terhingga. Walaupun akomodasi matanya kembali normal, ia tak dapat melihat siapakah gerangan yang tadi berada disampingnya.
“Itu amplop di tanganmu. Kamu belum tidur” kata istrinya mengejutkannya yang datang memastikan keadaannya.
“Aku akan segera tidur” jawabnya seraya tersenyum pada istrinya.
Setelah istrinya pulang, dibukanya amplop tugas misi yang tergenggam ditanggannya. Disana tertulis dengan jelas dengan tinta merah berbau darah:
MISI: Menangkap Seorang Manusia Laki-Laki Berusia Remaja Yang Berdarah Khayangan. Hasil Pernikahan Seorang Putri Khayangan Dengan Manusia. Bawa Dia Kehadapam Para Pimpinan Dalam Keadaan Hidup.
STRATEGI: Terserah Kalian
“Mereka, para Pionir Pana Lara, tidak dapat dipantau dari Ruang Dasar. Bagaimana aku dapat mengirimkan tugas misi ini kepada mereka?” gaum Ketua Pengamat dari Ruang Dasar. Setelah lama berpikir, terbesit sebuah cara yang memungkinkan isi amplop tersebut terkirim kepada para Pionir Pana Lara yang telah sampai di Negeri Manusia.
“Mungkin berhasil”
Tak lama kemudian, Ketua Pengamat dari Ruang Dasar merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur. Membaringkan lelahnya sepanjang hari dan melanjutkan tugasnya esok nanti seraya mengawasi anaknya yang bermisi di Negeri Manusia.
Guru Fisika Di SMA Negeri 2 Nubatukan