Penulisanku

Cerbung: Terlanjur Mencintai Tuan Alfred_1. Di Rumah Baru

Cerbung: Terlanjur Mencintai Tuan Alfred

Bab 1. Di Rumah Baru

 

Hari baru telah tiba ketika Secil dibangunkan alarm yang telah distelnya. Tak lama berselang, tiga orang pelayan telah berada di samping tempat tidurnya.

“Siapa kalian?” Secil terheran dengan kehadiran tiga orang asing di kamar tidurnya.

“Mohon maaf Nyonya jika kami sedikit terlambat tiba di hadapan Nyonya.  Kami telah berusaha secepat mungkin untuk tiba di sini setelah mendengar bunyi alarm dari kamar Nyonya” jelas seorang pelayan yang sedikit di depan dari dua pelayan lainnya.

“Nyonyaa..” Secil tidak percaya dengan panggilan tersebut.

“Ada yang perlu kami lakukan Nyonya?” tanya pelayan di samping kiri. Ia terlihat lebih muda.

“Tidak ada” Secil cepat menjawab.

“Ada apa sayang?” suara seorang pria paruh baya terdengar dari balik pintu.

“Sayang? Siapa dimaksudnya?” Secil bertanya pada dirinya.

“Maafkan kami Tuan” Pelayan yang berdiri paling belakang membalik tubuh dan meminta maaf pada Tuan Alfred seraya membungkuk.

“Tidak apa-apa. Nyonya belum familiar dengan situasi di sini. Kalian boleh kembali ke tempat kerja” Tuan Alfred menanggapi permintaan maaf.

 

Sepeninggalan pelayan, Tuan Alfred mendekati tempat tidur Secil dan duduk di samping kirinya.

“Bagaimana tidurmu Sayang?”

Secil tak menjawab. Ia tersadar akan jalan hidupnya. Ia menerima pinangan Tuan Alferd karena kontrak yang dilakukan warga desanya.

“Tidurmu pulas?”

Secil mengangguk setuju.

“Syukrulah” Tuan Alfred mendekati kening Secil dan mendaratkan ciuman, namun Secil memalingkan wajahnya. Melihat reaksi Secil, Tuan Alfred hanya tersenyum.

“Aku tidak bisa berlama-lama di sini. Aku pamit ke kantor” Tuan Alfred mengulurkan tangan untuk ijin pamit dari Secil, istrinya akan tetapi Secil tak menerima uluran tangan tersebut.

****

“Bagimana keadaan Nyonya Muda, Tuan?” Sopir pribadi Tuan Alfred berbasa basi dalam perjalanan ke kantor Tuannya.

Mendengar pertanyaan sopir, Tuan Alfred menurunkan koran pagi yang sedang dibacanya dan melihat ke cermin yang tergantung di kepala sopir dekat kaca depan mobil. Kedua mata saling menatap.

“Dia masih takut. Belum menerima kenyataan hidupnya”

“Aku yakin Tuan, Nyonya Muda akan menerima situasinya”

“Namanya Secil. Panggil dia Nyonya Secil”

“Baik Tuan. Mohon maaf atas kelancangan saya”

 

****

 

Rumah baru yang memanggil Seci sebagai Nyonya adalah sebuah mansion bercat putih. Mansion itu terdiri dari tiga lantai. Pada sisi kiri mansion terdapat teras yang menghubungkan sebuah kolam renang. Secil tak pernah melihat kolam renang. Hanya laut yang diketahui untuk berenang. Ketika berdiri di bibir kolam, matanya terbelalak melihat kemegahan mansion Tuan Alfred. Ia sendiri tidak yakin atas hak milik masion megah itu.

“Selamat pagi Nyonya” Pak Berry mengagetkan Secil yang sedang mengagumi kemegahan mansion.

“Ada yang perlu saya kerjakan untuk Nyonya?” Secil masih belum menerima panggilan tersebut.

“Panggil saja Secil” Secil menegaskan sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman. Pak Berry selangkah mundur.

“Maaf Nyonya. Sangat tidak pantas tukang kebun memanggil pemilik rumah ini dengan panggilan demikian” Pak Berry menuduk dalam, sedikit lebih dalam dari sebelumnya saat mengajukan diri ke Secil untuk mengerjakan sesuatu yang dibutuhkan Secil.

Tak ada jawaban. Keduanya diam, dengan pikiran masing-masing.

“Saya mohon permisi Nyonya” Pak Berry mohon diri melanjutkan pekerjaannya. Diam-diam Secil mengikutinya dari belakang. Menyadari Nyonya menyusulnya, Pak Berry menghentikan langkah. Membalik badan dan mendunduk.

“Apakah ada yang harus saya kerjakan untuk Nyonya?”

“Bantu aku untuk mengenal tempat ini”

“Nyonya tidak perlu meminta bantuan. Nyonya harusnya memberikan perintah kepada kami” jelas Pak Berry dengan suara merendah dengan harapan tidak menyinggung Secil.

“Tidak. Saya tegaskan, saya bukan Nyonya. Saya Secil. Nama saya adalah Secil”

“Maafkan saya Nyonya, saya tidak bermaksud untuk membuat Nyonya tersinggung” suara Pak Berry bergetar menjelaskan pada Secil. Secil akhirnya menyadari, tidak dengan mudah yang ia kehendaki tercapai.

“Mari Nyonya, saya temani Nyonya berkeliling” Pak Berry mempersilahkan Secil mengambil langkah, berkeliling mansion Tuan Alfred. Rumah barunya.

Terlihat di lantai dua, tiga orang sedang bercakap-cakap sambil mengamati Secil dan Pak Berry. Salah seorang dari mereka adalah bodyguard. Dua lainnya merupakan seorang wanita berusia dua puluhan dan akhir empat puluhan.

“Jika kita terlambat bertindak, maka wasiat Tuan Alfred sebelum meninggal akan terpenuhi. Bila itu terjadi, kita tidak memiliki hak atas kekayaan Tuan Alfred” Wanita berusia akhir empat puluhan berbicara dengan tegas pada lawan bicaranya.

“Ibu, apakah kita tidak bisa mencegahnya”

“Apa yang harus kita lakukan Nyonya?” BodyguardI meminta petunjuk.

“Herman, kamu akan saya tempatkan menjadi bodygurad Tuan Alfred Jr” matanya tetap menatap tajam ke arah Secil dan Pak Berry. Pak Berry sedang bercerita tentang taman bunga lavender di samping timur kandang kelinci.

“Dari mana Pak Berry berasal?”

“Saya dari desa Gawali Nyonya”

“Desa Gawali?” Secil teringat, itu adalah desa asal mantan kekasihnya, Albert.

“Apakah ada yang salah Nyonya?” Secil menggeleng menjawabi pertanyaan Pak Berry.

****

 

“Berryyyy… Dimana kamu?” suara seorang wanita dari balik kandang kelinci.

“Kamu?” Secil binggung dengan tingkah wanita yang memanggil Pak Berry.

“Maaf Nyonya. Dia istri saya” jelas Pak Berry. Istri Pak Berry adalah seorang pelayan di masion Tuan Alfred.

“Kami sudah bertemu” jelas Secil.

“Maaf Nyonya. Berrynya dicari Herman” jelas istri Pak Berry akan tujuannya mencari Pak Berry.

“Baiklah, jika demikian Pak Berry menghadap terlebih dahulu pada Herman” Secil mempersilahkan Pak Berry menemui Herman.

“Tidak penting Nyonya. Dia hanya seorang bodyguard. Nyonyalah yang lebih berkuasa di sini” Pak Berry tak beranjak dari tempatnya. Melihat itu, istrinya melotot tajam.

“Nyonya Vilia memberikan perintah kepada Herman untuk mencarimu”

“Nyonya Vilia?” Secil penasaran. Pak Berry tak menjawab, ia berlari dengan cepat ke tempat Herman berada, di pos jaga pintu masuk masion.

“Maaf Nyonya” Istri Pak Berry menyadari, ia tak sedang sendirian.

*****

“Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah menjauhi pelayan-pelayan dari hadapannya. Tidak boleh ada pelayan yang loyal terhadapnya” Jelas Nyonya Vilia pada Rosban, putri tunggalnya setelah Herman meninggalkan mereka ke pos jaga.

“Kampung halaman Pak Berry dan istrinya Reta berdekatan dengan kampung halamannya, kita jauhi terlebih dahulu mereka dari hadapan Nyonya muda itu”

“Ibu memanggilnya Nyonya muda?” Rosban tak terima Ibunya memanggil Secil dengan sebutan Nyonya muda.

“Dihadapan Tuan Alfred Jr, kita harus berlaku begitu”

“Tapi Tuan Alfred Jr adalah anak Tuan Alfred. Aku pun demikian. Masion ini atas nama ayah. Bukan kaka. Namanya menjadi Tuan Alfred Jr setelah ayah meninggal” marah Rosban pada Nyonya Vilia, ibunya.

Tak menunggu penjelasan dari ibunya, Rosban pergi mencari Herman. Ia hendak menjalankan langkah pertama yang dijelaskan ibunya.

“Katakan pada Pak Berry, Ibuku mencarinya” Rosban memberikan perintah pada Herman.

“Baik Tuan Putri”

****

“Reta. Nyonya dapat memanggilku dengan nama tersebut” Reta memperkenalkan diri pada Secil.

 

Baca Lanjutan di KBM App

Salverius Jagom

Guru Fisika Di SMA Negeri 2 Nubatukan